Selasa, 21 Februari 2012

kisah gadis tunanetra

INI bukan lagi kisah Vivi Mei Hardianti (14), gadis manis, berprestasi emas, namun bernasib nahas. Ini bukan lagi analisis dan ulasan seputar kehidupan Vivi, si  penyandang tunanetra yang dianugerahi talenta di atas rata-rata. Lalu lintas diskusi dan prediksi soal kontroversi kasus Vivi dan segala dinamikanya, menginspirasi media ini meletakkan Vivi sebagai ‘simbol,’ bukan melulu subjek berita.
Lepas sekilas tudingan atau keberpihakan atas benar tidaknya pengakuan Vivi maupun orang tuanya. Sebagian besar skenario yang terangkum dalam rangkaian cerita Vivi (tanpa melihat benar atau tidaknya), justru memungkinkan terjadi pada siapa saja.
Ketika orangtua melakukan kekerasan, pada anaknya, jika itu benar, ke mana harus melaporkannya? Ketika anak berbohong pada orangtua, jika itu benar, bagaimana mendeteksi dan menyikapinya? Juga, bagaimana menempatkan diri menyikapi anak dengan keterbatasan atau tunanetra? Bagaimana mengadopsi  anak seharusnya; sampai poin yang harus diketahui, bagaimana merawat anak dengan keadaan cacat di tubuhnya? Mari memosisikan diri dengan sudut pandang lain, petik hikmahnya, lalu entaskan masalahnya.(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

thanks yaaa...
udah mampir...