Selasa, 21 Februari 2012

motifasi

Sekian Lama kita bersama,,
dalam susah,senang,sepi saling berganti,,
tapi kamu,kamu dan kamu selalu ada menemaniku,,
dan kita selalu bersama dengan canda,tawa, maka itulah Persahabatan,,

Tak kusangka waktu begitu cepat, untuk memisahkan kita, sehingga kesedihanpun datang,,
disaat kamu, kamu dan kamu mengejar cita-citamu,,
tak sedkitpun rasa ini meninggalkanmu,,

Suatu hari terdengar kabar, Kamu membutuhkan aku, karena permasalahan besar mendera..
Hanya saja rasa kebersamaan ini selalu menunjukkan bagaimana untuk bisa membuatmu tersenyum,,
Tertawa seperti dulu lagi,, dan menjalani hidup seperti biasanya..

Semoga kamu mendengar Bisikan hatiku ini,,
yang kubisikkan lirih di telingamu, dan tubuh mu yang lemas karena deritamu,,
aku akan selalu menemanimu, dan menjagamu,,
karena kamu,kamu dan kamu adalah orang yang penting bagiku,,

By : Koko Andrianto

puisi perpisahan

Puisi Perpisahan :

Tak Kusangka Waktu begitu cepat sekali,,
Tak ku kira hanya sebatas itu ku melihat senyumanmu,,
Tak kuduga kalau kamu,anda,beliau,mereka,akan,pergi,,

Seakan baru kemarin kita merasakan keindahan,,
seakan baru tadi pagi ku lihat senyumanmu,,
seakan ku tak bisa memelukmu lagi,,

Tapi apalah daya kalau waktu sudah bicara,,
seakan semua yang kulakukan sia sia,,
ingin selalu melihatmu tersenyum,,

Semoga Perpisahan ini membuat kita tersadar,,
semoga semua ini menjadi kenangan indah,,
Semoga kamu menemukan kebahagiaan disana,,

Salam cinta damai selalu untukku,,
namamu selalu ada dihatiku
senyumanmu selalu ada di fikiranku,,

Semoga kita bertemu kembali pada saatnya nanti dengan bahagia, cinta dan damai,,

By : Koko Andrianto

kisah gadis tunanetra

INI bukan lagi kisah Vivi Mei Hardianti (14), gadis manis, berprestasi emas, namun bernasib nahas. Ini bukan lagi analisis dan ulasan seputar kehidupan Vivi, si  penyandang tunanetra yang dianugerahi talenta di atas rata-rata. Lalu lintas diskusi dan prediksi soal kontroversi kasus Vivi dan segala dinamikanya, menginspirasi media ini meletakkan Vivi sebagai ‘simbol,’ bukan melulu subjek berita.
Lepas sekilas tudingan atau keberpihakan atas benar tidaknya pengakuan Vivi maupun orang tuanya. Sebagian besar skenario yang terangkum dalam rangkaian cerita Vivi (tanpa melihat benar atau tidaknya), justru memungkinkan terjadi pada siapa saja.
Ketika orangtua melakukan kekerasan, pada anaknya, jika itu benar, ke mana harus melaporkannya? Ketika anak berbohong pada orangtua, jika itu benar, bagaimana mendeteksi dan menyikapinya? Juga, bagaimana menempatkan diri menyikapi anak dengan keterbatasan atau tunanetra? Bagaimana mengadopsi  anak seharusnya; sampai poin yang harus diketahui, bagaimana merawat anak dengan keadaan cacat di tubuhnya? Mari memosisikan diri dengan sudut pandang lain, petik hikmahnya, lalu entaskan masalahnya.(*)